Nasional

Gudang Jimbe Diduga Jadi Sarang Mafia Solar

BLITAR investigasinews.net — Di jantung Blitar, Kecamatan Kademangan, berdiri sebuah gudang besar berwarna kusam. Dari luar tampak biasa. Tapi di balik tembok seng dan cahaya redup lampu malam, diduga ada denyutan bisnis kotor yang menyedot darah rakyat:( penimbunan solar bersubsidi).

Malam Senin, 20 Oktober 2025, menjadi saksi ketika gudang itu berubah menjadi arena dosa. Beberapa warga mendatangi lokasi yang disebut-sebut milik PT Cahaya Nusantara Energi. Mereka bukan datang untuk menonton, tapi karena bau solar yang menyengat dan aroma busuk kerakusan manusia sudah tak tertahankan. Dari balik dinding seng, terdengar desis mesin pompa—napas kejahatan yang berdenyut tenang di tengah kegelapan.

Sumber lapangan mengatakan, ini bukan operasi satu malam. Sudah lama berlangsung. Sudah lama dibiarkan. Sudah lama “disucikan” oleh amplop-amplop pelicin. Setiap malam, truk tangki biru keluar masuk seperti makhluk hantu, menelan solar subsidi yang seharusnya jadi hak rakyat miskin. Setiap kali pintu besi terbuka, udara malam disesaki bau solar.

Ketika malam itu warga datang, pengendali gudang—sosok berinisial Wal —mendadak panik. Wajahnya pucat, langkahnya gelisah, matanya liar. Ia tahu, rahasia yang selama ini dijaga dengan uang kini mulai bocor di depan rakyat. Dalam kepanikan itu, muncul jurus klasik: bagi-bagi uang haram untuk membungkam mulut.

“Uang itu seperti balsem dosa, tapi baunya lebih busuk dari solar,” ujar salah satu warga dengan nada getir.
Ketika dikonfirmasi Wal hanya menjawab datar,
“Masih di ruangan, besok aja ketemu.”

Jawaban dingin dari orang yang tahu bahwa kebenaran sedang berdiri di depan pintu gudangnya.

Dari hasil penelusuran, mustahil operasi seperti ini bisa hidup tanpa beking. Ada mata aparat yang sengaja memejamkan diri, ada telinga hukum yang menulikan kebenaran, dan ada tangan kekuasaan yang ikut menciduk keuntungan di balik drum solar.
Gudang itu bukan sekadar tempat penimbunan. Ia seakan akan menjadi jantung mafia energi — tempat di mana solar subsidi disedot dari hak rakyat kecil dan diputar menjadi laba gelap. Sementara petani mengantre di SPBU membawa jeriken kosong, dan nelayan menatap laut tanpa bahan bakar, di Gudang Jimbe solar rakyat ditakar menjadi emas cair.

Aktivis energi menyebut, kasus Jimbe hanyalah puncak gunung es kebusukan nasional.

“Setiap liter solar yang mereka timbun adalah tetesan darah petani dan nelayan yang dirampas,” ujar seorang aktivis LSM Energi Bersih Nusantara.
“Ini bukan bisnis, ini kejahatan ekonomi, perampokan berseragam sopan.”
Rakyat menunggu tindakan nyata. Tapi penantian itu seperti menunggu hujan di tengah musim kemarau panjang. Negara sibuk bicara aturan, tapi diam seribu bahasa ketika hukum menatap uang.
Gudang Jimbe kini menjadi simbol luka bangsa. Dan rakyat? Hanya menjadi penonton yang lapar, haus, dan muak.

Jika hal ini terus dibiarkan, jangan salahkan rakyat bila suatu hari mereka datang — bukan membawa surat pengaduan, tapi membawa amarah yang sudah mendidih dan siap membuka gembok dengan kemarahan rakyat.

Blitar memang tampak tenang. Tapi di balik ketenangan itu, ada bara yang siap membakar seluruh kebohongan.
Malam Jimbe adalah peringatannya: bahwa di negeri ini, solar rakyat bisa jadi sumber dosa paling mahal yang pernah dijual.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button